Itu adalah makanan khas Purwokerto yang pernah aku rasakan sekali ketika kecil sekitar tahun 1962. Makanan itu berbahan dasar keong sawah yang direbus dengan bumbu tertentu. Kuahnya berwarna hitam seperti warna keongnya namun rasanya gurih nikmat namun tak berlemak. Daging keongnya diambil dengan cara disedot setelah pucuk rumah keong dipecahkan. Cara lain adalah dengan cara mencongkelnya dengan tusuk gigi. Rasa dagingnya juga nikmat seperti daging gonggong, keong laut yang biasa dijual di Batam. Malam ini aku berkesempatan untuk merasakan nikmatnya daging dan kuah keong yang di Purwokerto disebut sebagai kraca.
Pagi yang seperti biasa. Aku bangun pagi, salat dan bersantai. Nyonya membeli nasi rames untuk sarapan kami. Porsinya begitu banyak sehingga bersisa. Pagi ini nyonya masih menyelesaikan menjahit pakaiannya untuk jagong manten. Di kantor Pak Ketut, Pak Djoko Saptono dan lain lainnya bersiap siap untuk jagong manten. Pukul 11.00 aku dan nyonya berangkat ke Gombong.
Kami tiba di tempat resepsi mantu Pak Haryono, Benteng Van der Wijck pukul 12.30. Sebentar kemudian Pak Suryono dan nyonya juga datang. Banyak teman hadir juga di sini seperti Pak Djumono, Pak Novianto dan Pak Prasetyo. Aku banyak mendampingi Pak Suryono karena yang lain segera checkout. Pukul 13.00 lebih aku dan nyonya juga checkout untuk meneruskan jalan ke Purwokerto.
Setelah belanja di Purwokerto kami tiba di rumah Bu Titik menjelang magrib. Tak sulit mendapatkan rumahnya karena kami berbekal skets peta, GPS dan apalagi Eti menunggu di mulut gang. Sekitar magrib Dik Bambang dan Din datang. Mereka membawa makanan legendaris saat aku kecil yaitu: dage, tengmlek dan kraca. Malam ini aku menikmati makanan tersebut. Kami bermalam di rumah Bu Titik.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar